IAIN SORONG – Puasa erat kaitannyanya dengan niat dan niat kaitannya dengan hati. ‎Mengucapkan lafadz niat berpuasa di bulan suci Ramadhan seperti “nawaitu shauma ghadin ‎an_adai fardhi syahri ramadhana hadzihissanati lillahita’ala” merupakan ungkapan sunnah ‎dengan tujuan untuk memudahkan kita berniat di dalam hati pada malam hari. ‎
Seseorang yang hendak ingin berpuasa pada esok harinya di bulan suci Ramadhan hendaknya ‎memperhatikan manajemen niat. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memperoleh ibadah puasa ‎yang sempurna agar menjadi ‎

Dalam ilmu fiqih, seseorang sudah dikatakan telah melaksanakan puasa manakala telah memenuhi ‎syarat dan rukun sahnya puasa mulai dari fajar sidiq hingga terbenamnya matahari di ufuk barat.‎

Namun hal tersebut dalam pandangan tasawwuf belumlah cukup. Seseorang yang berpuasa harus ‎mampu mengendalikan hawa nafsu dan panca indera dari segala sesuatu yang membuatnya lalai. ‎

Hawa nafsu ini adalah penyebab terjadinya berbagai dosa, dosa lahiriyyah maupun batiniyyah ‎yang dapat merusak dan mengotori hati. ‎

Dalam tinjauan tasawwuf, setidaknya ada lima hal yang dapat membatalkan pahala puasa yaitu ‎mengumbar pandangan dengan syahwat, mengumpat, berbohong, ghibah, mengadu domba dan ‎bersumpah palsu.‎

Jika melihat lebih jauh, Esensi utama dari berpuasa adalah menjadikan seseorang menjadi pribadi ‎yang bertakwa namun hal tersebut tidak dapat digapai jika prosesnya hanya pada dimensi syariat ‎karena ini dimensi muslim, butuh loncatan pada derajat selanjutnya yaitu dimensi mukmin, ‎muhsin, mukhlis lalu kemudian menuju derajat muttaqin.‎

Maka manajemen niat dalam ibadah puasa ramadhan itu perlu dikelola dengan baik agar puasa ‎yang dilakukan benar-benar mampu meraih ridho Allah ta’ala. Manajemen niat sendiri dalam ‎berpuasa setidaknya dilakukan pada tiga tahapan. ‎

Tahapan pertama yaitu takhallli dengan kata lain mengosongkan diri dari sesuatu yang dapat ‎mengotori hati selama proses ibadah puasa. Takkala seseorang hendak berniat untuk berpuasa ‎maka tanamkan di dalam hati bahwa selama berpuasa akan menjauhi segala apa yang dapat ‎merusak puasa dan mengotori hati. ‎

Tahapan kedua yaitu tahalli, mulai dari terbitnya fajar sidiq hingga terbenamnya matahari maka ‎seluruh anggota tubuh jasmani maupun rohani disibukkan dengan hal-hal yang dapat ‎memperindah diri dengan keimanan dan ketaqwaan.‎

Selanjutnya tahapan ketiga yaitu tajalli, mengarahkan seluruh aktifitas diri hingga terbenamnya ‎matahari semata-mata hanya dari dan kepada Allah ta’ala.‎

Takkala ibadah puasa ini dijalankan dengan penuh kesungguhan dengan memaksimalkan ‎manajemen niat maka akan mendapatkan bonus pemutihan (pengampunan) dosa. ***‎

(Sumber: Dr. Hamzah Khaeriyah, M.Ag./Rektor IAIN Sorong)