Dr. Abdur Rozaki, S.Ag, M.Si (kiri), Dr. Suparto Iribaram, Sos., M.Si dan Dr. Sudirman,SH, M.Hi dalam acara pembukaan kegiatan Moderasi Beragama di Kampus IAIN Sorong. (rosmini)

Humas IAIN Sorong- Dengan menghadirkan dua narasumber , yakni Dr. Abdur Rozaki , S.Ag., M.Si (Ketua Forum Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan PTKIN) dan Dr. Suparto Iribaram,S.Sos., MA  (Rektor IAIN Sorong), mahasiswa IAIN Sorong mendapatkan banyak pencerahan dalam kegiatan bertajuk Moderasi Beragama yang digelar di Aula Kampus IAIN Sorong, Jumat (9/8).

 Dihadiri mahasiswa semester 3, kegiatan moderasi beragama yang mengusung tema “Internalisasi  Nilai-Nilai Moderasi Beragama Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam” dipandu moderator Syahrul, Lc, MA.

  Hadir dalam  kegiatan moderasi . Wakil Rektor 2, Dr. Muhammad Rusdi Rasyid, M.Pd.I, Kepala Biro AUAK, Dr. H. M. Arsyad Ambo Tuo, M.Ag, Kepala UPT Perpustakaan, Muhammad Ramli, S.Pd, M.Pd, ketua Alumni IAIN Sorong, guru Mts dan undangan lainnya .

 “Harapan besar kita,penting bagaimana  mengenalkan moderasi beragama sehingga menjadi pengalaman akademik untuk dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan aktifitas sehari-hari,”ujar Ketua Panitia, Dr. Sudirman, M.Hi yang sehari-hari Wakil Rektor 1 IAIN Sorong.

 Kegiatan moderasi beragama ini digelar  disela kegiatan Konsolidasi Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTKIN) di Vega Hotel Kota Sorong, yang dihadiri 30 wakil rektor dari seluruh Indonsia.

   Dalam pengantar materinya, pakar moderasi   Dr. Abdur Rozaki mengatakan,  masa depan Papua dari IAIN Sorong milik anak muda. Kalau anak muda punya pikiran  visioner tentang Indonesia, maka kita bisa berharap banyak.

Mahasiswa yang mengikuti kegiatan Moderasi Beragama. (rosmini)

Tapi kalau anak muda tidak punya pikiran visioner dalam merawat dan mengembangkan Indonesia,maka tentu kita akan memiliki masa depan yang suram.

 “Karena itu Indonesia tahun 2045, kenapa ingin mencanangkan menjadi  Indonesia emas, emas itu maksudnya bagaimana anak-anak muda yang sekarang ini sedang belajar  tumbuh menjadi generasi yang membanggakan Indonesia,”ujarnya.

Mengupas tentang moderasi beragama, Abdur Rozaki yang sehari-hari dosen dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta  memulai dengan 3 pertanyaan yakni apa pentingnya kita menjadi Islam ?, apa pentingnya kita menjadi Indonesia?  dan apa pentingnya kita menjadi Papua?

  Dalam persepektif moderasi beragama, apa pentingnya  kita menjadi Islam? Ya penting karena umat Islam punya  “saham”  yang sangat besar bagaimana  republik ini berdiri.

 Tapi bukan sekedar saham yang tanpa visi dan isi.  “Saham Islam itu punya  visi dan punya isi,”tandasnya.

 “Visi yang saya maksud,  karena mayoritas Islam di Indonesia ,  ketika proses pembentukan kemerdekaan RI, bisa saja umat Islam bisa memaksakan identitas secara formalistik  untuk mendirikan negara Islam, tapi itu tidak dilakukan.

  Bahwa ketika Islam membangun peradaban  di kota Yatsrib yang diubdah  jadi platform baru namanya Madinah, pertama yang dilakukan oleh  Nabi Muhamamnad SAW adalah mengajak seluruh  komunitas agama, komunitas suku, untuk memiliki  bahasa persatuan yang sama yang dalam al quran disebut dengan Kalimatun Sawa.

  “Itu moderasi pertama Islam yang dilakukan oleh nabi. Itu moderasi Islam pertama yang dikembangkan oleh Soerkarno,”ujar Rozaki.

 Lebih lanjut Dr. Abdur Rozaki menguraikan materinya, kenapa harus menjadi Indonesia?   Bahwa nasionalisme  Indonesia  memiliki 2 kekuatan, kekuatan pertama, karena nasionalisme,  kita bisa mengusir  kolonialisme, tanpa nasionalisema kita tidak bisa mengusir kolonialisme, karena nasionalisme kita punya wilayah yang sangat luas,kita membebaskan feodalisme dari kerajaan- kerajaan  yang kecil;-kecil itu.

 Bahwa  Indonesia memilik wilayah dan kekayaan yang sangat luas,  adalah sebuah anugerah.

  “Dan Islam di Indonesia menggunakan dasar Pancasila demokrasi sebagai suatu jalan untuk menuju kemakmuran,”tandasnya.

 Dalam materinya , Dr. Abdur Rozaki juga memberikan motivasi kepada kaum perempuan khususnya mahasiswi di IAIN Sorong untuk bisa tampil sebagai pemimpin karena negara kita telah memberikan kesempatan seluasnya, kesetaraan bagi kaum perempuan untuk jadi pemimpin di negeri.

 “Di Timur Tengah agak sulit perempuan jadi presiden, jadi hakim,  jadi pengacara,  jadi diplomat, karena  Islam di sana sangat pateriliastik, untuk keluar rumah saja harus ditemani mukhrim,”tandasnya.

  Lebih lanjut, dikatakan jika dulunya  Islam itu pusatnya di Timur Tengah, kini  Islam pelan-pelan telah berseger ke kawasan Asia dan ,kawasan Asia itu ada di Indonesia, bukan di Malaysia ataupun   di Brunei .

  Kenapa? Karena tradisi keislaman Indonesia itu luar biasa. Orang Indonesia itu ramah-ramah, selalu membangun kesetaraan, gotong royong.

 “Karena itu kita  sebelum  dalam ucap, kita sudah Islam dalam perilaku.Karena itu perlu kita rawat, ini modal moderasi kita,”ujar Dr Abdur Rozaki.

 Dengan demikian, moderasi beragama itu sesuatu yang sudah tertanam begitu kuat dalam kultur dan budaya Indoensia karena itu ini jangan dikoyak  dengan  Islam yang  datang dengan penafsiran yang baru.

 Menjelaskan kenapa  kita penting menjadi Indonesia dan menjadi Papua, Dr Abdur Rozaki mengatakan bahwa sebagai Bangsa Indonesia kita patut berbangga dengan segala potensi keayaan alam yang kita miliki.

 Termasuk potensi alam yang begitu kaya raya di Tanah Papua. Dengan kekayaan alam yang melimpah ini,jangan sampai diurus oleh orang luar.

 “Karena itu teman-teman di IAIN ini harus punya cita-cita jadi pengusaha,”tandasnya.

 Menurutnya, sebuah kemakmuran dapat dicapai jika  itu  minimal dari jumlah penduduknya 2,5 % ada  yang jadi pengusaha. Ia berharap, kepada para mahasiswa penerima KIP-Kuliah untuk menggali potensi diri menjadi skill sehingga bisa survive dalam kehidupan.

   Sementara itu Rektor IAIN Sorong, Dr Suparto Iribaram, S.Sos MA dalam closing statemennya usai menyampaikan materi mengatakan,terkait dengan moderasi beragama, sebagai masyarakat kampus, harus bersama-sama ikut mendorong apa yang menjadi program Kementerian Agama karena ini sebuah hal yang menjadi kebutuhan untuk ketenangan jiwa.

 “Mari kita bersama-sama membangun komitmen, bagaimana mahasiswa mampu memberikan informasi-informasi yang berimbang didalam masyarakat, sehingga tdiak ada masasalah yang timbul yang bisa mengganggu harmonisasi dalam kehidupan ini,”ujar Suparto Iribaram.

  Bahwa Pancasila terkandung di dalam ajaran islam, sehingga sebagai rahmatan lil aalamin kita harus menebarkan kebaikan dalam kehidupan, membangun kehidupan yang harmoni dalam mewujudkan masyarakat yang baldatan tayyibatun.

  Dalam materinya, Suparto Iribaram menguraikan penerapan moderasi beragama di Papua, salah satunya di Kabupaten Fakfak.

 Ia mencontohkan saat konflik bernuasa agama terjadi  Ambon beberapa tahun 1999  lalu, masyarakat di Kabupaten Fakfak yang dikenal dengan filosofi “satu tungku tiga batu” tidak terpengaruh.

 “Di Fakfak  itu ada kampung  Islam, ada  kampung Kristen.  Kampung-kampung itu tidak terpengaruh dengan konflik agama di Ambon, padahal baca di media, berita- berta tentang konflik agama itu luar biasa,”ujar Suparto Iribaram.

  Menanyakan kepada salah satu pendeta, Suparto Iribaram yang penelitiannya tentang moderasi beragama di Kabupaten Fakfak tahun 2011 lalu mendapatkan jawaban bahwa masyarakat di Kabupaten Fakfak tidak terpengaruh konflik agama karena meski berbeda agama, namun mereka sadar berasal dari satu nenek moyang, satu keluarga .

Kegiatan moderasi beragama diakhiri dengan pose bersama. (rosmini)

“Kami disatukan dengan tradisi dan budaya. Budaya mengatur kehidupan kami, budaya memberikan kami ruang untuk sama-sama bekerja,  bahwa semua agama itu pasti memberikan jalan terbaik bagi umatnya. Semua agama menjamin keselamatan  bagi pengikutnya.  Itulah yang dipahami oleh masyarakat di sana (Kabupaten Fakfak) sehinbgga tidak ada konflik,”terang Suparto Iribaram kepada para mahasiswa.

 Moderasi beragama terlihat saat masyarakat muslim menggelar acara syukuran, maka masyarakat non muslim datang dengan membawa hasil kebunnya. “Konsep seperti itu memang sudah terpatri lama di masyarakat Fakfak, ini dari hasil riset saya pada tahun 2011,”tandas Suparti Iribaram.

 Bukan hanya itu, begitu menghormati saudara-saudaranya yang muslim, di Kabupaten Fakfak ungkap Suparto Iribaram,  sering kali alat masak seperti wajan, panci  dan lainnya  yang ada di keluarga non muslim itu sengaja disimpan dan hanya dipakai saat ada acara yang mengundang saudara-saudaranya yang  muslim.

 Karena itu ketika berbicara bagaimana melakukan internalisasi nilai-nilai moderasi beragama  tentu  kata Suparto Iribaram, yang menjadi dasar, yang harus dimasukkan ke dalam kampus adalah tentang  materi-materi  penerapan moderasi beragama di masyarakat,  sehingga kita bisa menebarkan kebaikan, menebarkan informasi-informasi yang mampu menciptakan kehidupan harmonis di tengah masyarakat. (ros)