Humas IAIN Sorong- Seminar dan studi literatur Penguatan dan Pemetaan Bahasa Papua (Moi) yang digelar Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bahasa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong, di Aula Fakultas Tarbiyah, Selasa (7/11) menghadirkan narasumber Luther Salamala, S.Pd M.P.A yang sehari-hari Staf Ahli Bupati Sorong Bidang Kemasyarakatan.
Kehadiran Luther Salamala di “Kampus Hijau” IAIN Sorong merupakan yang kedua kalinya. Dan Ia pun sangat wellcome memenuhi undangan panitia sebagai narasumber ditengah kesibukannya yang padat.
Kegiatan seminar yang mengusung tema “Mencintai Bahasa Lokal, Biar Kitorang tra Punah” dibuka secara resmi oleh Plh Rektor IAIN Dr Muhammad Rusdi Rasyid, M.Pd.I yang sehari-hari Wakil Rektor I IAIN Sorong.
Dalam sambutannya, Rusdi Rasyid mengatakan, saat ini ratusan bahasa sudah punah di muka bumi. Hal ini karena penuturnya sudah tidak ada. “Kenapa tidak ada penuturnya, karena manusia yang baru lahir tidak tahu lagi bahasa bapaknya, bahasa neneknya yang biasa digunakan,”ujar Rusdi Rasyid.
Karena itu bahasa tertentu, seperti bahasa ibrani kini tidak digunakan lagi sebagai bahasa sehari-hari karena diaggap sudah punah. “Yang tertinggal adalah tulisannya, tapi tidak digunakan dalam bahasa sehari-hari seperti yang kita gunakan sekarang yakni bahasa melayu atau Bahasa Indonesia,”ujar Wakil Rektor I Dr Muhammad Rusdi Rasyid.
Lanjut dikatakan, ada bahasa yang punah karena tidak digunakan dan ada bahasa baru yang terus menerus berkembang. Bahasa Indonesia akan selalu berkembang. Ada yang kosa katanya tidak lagi digunakan tapi bertransformasi.
Contoh Bahasa Indonesia yang tidak digunakan lagi, seperti kata pakansi yang artinya libur. “Orang tua kita dulu bilang pakansi (libur). Sekarang saya tidak pernah lagi orang mengatakan ayo pakansi itu sudah tidak ada lagi, itu serapan dari Bahasa Inggris,”tandasnya.
Karena bahasa terus bertransformasi, bisa jadi kelak kata libur akan diganti dengan kata lain atau bisa juga kembali dengan kata pakansi. Atau berubah dengan bahasa yang lain.
“Begitulah yang namanya manusia suka bahasa yang dianggap keren. Kerennya satu kata itu hanya kesepakatan saja, padahal sebenarnya pakansi itu keren juga . Tapi dianggap tidak keren karena dianggap sudah lama atau sudah usang atau sudah bosan digunakan. Bahkan terkesan itu kan nenek kita yang pakai,”tutur Rusdi Rasyid.
Sementara itu, Luther Salamala, S.Pd M.P.A dalam paparan materinya mengungkapkan, jumlah bahasa daerah di Papua mencapai hingga 428 bahasa daerah.
Moi dalam bahasa Moi dialek Kelim adalah lembut, halus, kecil dan baik. Dari begitu banyaknya bahasa daerah di Tanah Papua, Bahasa Moi pun sangat beragam. Hal ini terlihat dalam persebaran Bahasa Moi dan dialek dan idioleknya , seperti ada Sal Dialek Kelim, Sal Moraid, Sal Klabra, Sal Kamuna, Sal Maya dan lainnya.
Namun yang banyak dipakai dalam komunikasi dan sebagai bahasa penghubung adalah dialek Moi Kelim. Kepada peserta seminar , Luther Salamala yang memaparkan materi dengan slide juga memberikan contoh Bahasa Moi dan dialeknya.
Suasana seminar yang diikuti para dosen, staf dan mahasiswa IAIN Sorong serta perwakilan guru dari berbagai sekolah cukup hidup, hal ini terlihat dari antusiasnya peserta untuk ingin mengetahui Bahasa Moi, seperti lewat ucapan “Lawobok” yang artinya “selamat pagi”.
Di lingkup Pemerintah Kabupaten Sorong, sapaan selamat pagi, selamat siang dalam Bahasa Moi tidak asing lagi terdengar dimana setiap pejabat wajib menggunakan sapaan Bahasa Moi itu dalam setiap pembukaan kegiatan. Bahkan di kalangan pelajar SD di Kabupaten Sorong, Bahasa Moi jadi muatan kurikulum lokal.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang Bahasa Moi, Luther Salamala dalam slidenya mengungkapkan nama-nama yang pernah menulis tentang Bahasa Moi, diantaranya ada mantan Bupati Sorong 2 periode Dr Drs Stevanus Malak, M.Si dan Dr Waode yang menerbitkan Kamus Bahasa Moi Kelim, selain itu juga ada Septinus Lobat, SH MPA (Pj Walikota Sorong) yang membuat Kamus Bahasa Moi Klabra.
Yang ditekankan oleh Luther Salamala, dimana pun kita berada maka perlu mengetahui bahasa ataupun dialek daerah setempat. Jangan sudah puluhan tahun di Papua tidak tahu apa yang diketahui tentang Papua,khususnya Bahasa Moi. “Ko (kamu) pi (pergi) mana”, “Sa (saya) pi situ”, merupakan contoh dialek Papua yang sangat lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Luther Salamala yang dalam penyajian meterinya sesekali ber-Bahasa Inggris sangat fasih dengan dialek beberapa daerah seperti Manado dan Makassar, Sulsel.
Salah satu peserta seminar, Ester Kalami, S.SI guru SMKN 1 Aimas, asli puteri Moi mengakui bahwa yang diketahui Bahasa Moi yang umum-umum saja. Karena itu Ester Kalami menilai kegiatan seminar ini sangat penting baik untuk dirinya sendiri maupun untuk diterapkan dalam tugasnya sebagai guru di sekolah.
Usai penyampaian materi, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan seminar diakhiri dengan penyerahan cinderamata oleh Kepala UPT Bahasa IAIN Sorong, Misnariah Idrus, MA kepada narasumber Luther Salamala, S.Pd, M.P.A.
Kepala UPT Bahasa Misnariah Idrus yang ditanya kenapa mengangkat Bahasa Moi dalam seminar ini karena selain sebagai bahasa lokal, Bahasa Moi juga telah di-Perda-kan untuk diajarkan di sekolah.
“Awalnya kegiatan ini kami hanya tujukan untuk mahasiswa dan dosen, tapi setelah keluar Perda maka kita undang juga guru-guru,”jelasnya.
Sebagai kelanjutan dari seminar ini kedepan, ujar Misnariah, pihaknya berencana menggelar pelatihan dan bersama-sama para guru menyusun silabus. (rosmini)