IAIN SORONG – Terdapat dua pengelolaan zakat di Indonesia yang memiliki tugas untuk mengelola, membagi dan mendayagunakan zakat yaitu BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Hal ini disampaikan oleh Dr. Hamzah Khaeriyah, M.Ag. pada webinar kajian zakat transformatif yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pengembangan Ekonomi Syariah IAIN Sorong. Selasa (22/03/22)
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) didirikan oleh pemerintah atas usulan dari Kementerian Agama Republik Indonesia dan disetujui oleh Presiden dan pengelolaannya diatur dalam undang-undang.
Selanjutnya, adapun Lembaga Amil Zakat (LAZ) ini dibentuk dan dilaksanakan oleh masyarakat/swasta atau organisasi-organisasi Islam yang ada di Indonesia.
“Contoh LAZ di Indonesia seperti LAZISNU yang dikelola oleh Nahdlatul Ulama, LAZISMU yang dikelola oleh Muhammadiyah. Pusat kedua LAZ ini pusatnya di Jakarta lalu kemudian memiliki perwakilan-perwakilan di daerah se-Indonesia begitu pula LAZ lainnya yang dibentuk oleh masyarakat.” Terangnya.
Bertindak sebagai pemateri, Dr Hamzah Khaeriyah, M.Ag. mengatakan bahwa terkait dengan pengelolaan zakat, di Indonesia sendiri setidaknya telah dua kali menghadirkan Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Pertama, UU. Nomor 38 Tahun 1999. Kedua, UU. Nomor 23 Tahun 2011. Kedua undang-undang inilah dijadikan sebagai dasar hukum pengelolaan zakat.
Berdasar pada kedua undang-undang tersebut, maka Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di samping mengelola zakat dari Muzakki maka BAZNAS pun berhak memperoleh bantuan dari Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten, Provinsi dalam bentuk APBD hingga Pemerintah Pusat dalam APBN
Lebih lanjut, status BAZNAS memiliki status yang sama dengan badan-badan yang lain di Republik Indonesia. Di samping itu, BAZNAS memiliki potensi jaringan yang sangat luas seperti contoh para pimpinan BAZNAS selain dapat berkoordinasi dengan lembaga-lembaga swasta maupun perseorangan, BAZNAS pun dapat berkoordinasi dengan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota maupun DPRD.
BAZNAS sebagai lembaga pengelola zakat milik pemerintah dalam pandangan Dr. Hamzah Khaeriyah, M.Ag. hendaknya bergerak aktif dalam menjalin koordinasi lintas sektoral serta multi profesi seperti dengan BAPPEDA, dalam hal melihat data, berapa persentase masyarakat yang bergerak pada bidang pertanian, perekonomian dan lain sebagainnya sehingga BAZNAS sebagai lembaga pengelola zakat memiliki data pembanding sebagai dasar mengambil kebijakan dalam target pengumpulan zakat dari tahun ke tahun.
Rektor IAIN Sorong dalam diskusi kajian zakat transformatif tersebut menyampaikan bahwa terkait dengan pengelolaan zakat di BAZNAS perlu dilakukan sebuah diskusi dalam rangka membangun dan memperbaiki.
Hal tersebut tentunya didasari oleh dengan melihat besarnya capaian target pengumpulan zakat yang dicapai oleh BAZNAS dari tahun ke tahun namun tidak sebanding dengan apa yang diharapkan dari pengelolaan dan pemanfaatan zakat.
Padahal melihat potensi dana zakat di Indonesia sangat besar, seperti tahun l2021 lalu BAZNAS mengumpulkan zakat sebesar Rp.11,5 Triliun. Pada tahun 2022 ini, BAZNAS secara nasional akan menargetkan capaian zakat sebanyak Rp.26 Triliun. Adapun target BAZNAS Provinsi Papua Barat sendiri secara akumulatif sebesar Rp.14,6 Miliar.
“Satu sisi pola yang digunakan oleh BAZNAS yaitu memiliki target-target pengumpulan zakat karena dengan adanya target ini menjadi acuan untuk mengukur kinerja dan ini pola yang sangat bagus, luar biasa dan sudah moderen. Namun lagi-lagi belum optimal dari segi pemanfaatan dan pengelolaannya.” Ungkap Rektor IAIN Sorong.
Dr. Hamzah Khaeriyah, M.Ag. pun memberikan penjelasan bahwa terdapat tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengukur sosial ekonomi masyarakat Islam dari segi kualitas dan ilmu pengetahuan umat Islam.
“Mengukur kualitas sosial dan ekonomi umat Islam maka dapat dilakukan tiga cara. Pertama, melihat kondisi pasar, bagaimana dinamika perekonomian yang terjadi di dalam pasar. Kedua, melihat masjid, lihat berapa banyak jumlah masjid dan bangunannya dan bagaimana kuantitas sholat berjamaah. Ketiga, BAZNAS, bagaimana kemampuan mengumpulkan dana dan menggerakkan dana zakat.” Jelasnya.
Selanjutnya, berbagai kewenangan yang dimiliki oleh pengelola zakat maka dari sudut pandang al-Qur’an, pengelola zakat diberikan kompensasi yang dikenal dengan kata ‘aamil, kompensasi untuk seorang ‘aamil ini merupakan bagian dari cerminan kondisi sosial ekonomi mayarakat Islam pada saat ayat tersebut diturunkan.
Pada akhir sesi diskusi kajian zakat transformatif, Dr. Hamzah Khaeriyah, M.Ag. selaku pemateri mengatakan kepada para peserta webinar yang hadir bahwa kinerja amil zakat (BAZNAS atau LAZ) menjadi indikator kualitas kualitas umat Islam.***