Prof Dr Hamzah, M.Ag saat menyampaikan materi pada pelatihan penggerak moderasi beragama
angkatan X bagi ASN Kantor Kementerian Agama Kota Sorong
yang digelar Balai Diklat Keagamaan Papua. (rosmni)

Humas IAIN Sorong – Sebanyak 30 peserta, 15 orang diantarnya ASN (Aparatur Sipil Negara) dan PPPK (Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja ) di lingkup Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong mengikuti kegiatan Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama Angkatan X Bagi ASN (Aparatur Sipil Negara)  Kantor Kementerian Agama Kota Sorong yang berlangsung 29 April- 3 Mei 2024 di Hotel Kyriad.

Kegiatan pelatihan yang digelar Balai Diklat Keagamaan Papua dibuka secara resmi oleh Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kota Sorong, Rofiul Amri.

Di hari pertama kegiatan, Rektor IAIN Sorong Prof Dr Hamzah, M.Ag hadir sebagai narasumber dengan membawakan dua materi, “Udar Asumsi Membangun Perspektif” dan “Sketsa Kehidupan Beragama di Indonesia”.

 Dalam penyampaian materinya, Prof Hamzah mengatakan, untuk menuju masyarakat Indonesia  makmur, sejahtera maka yang perlu diketahui adalah peran dari  penggerak moderasi beragama itu.

“Tentuk kita harus membedah kekuatan kita sebagai umat beragama yang hidup dengan antara umat beragama seperti apa, lalu kemudian, kemungkinan-kemungkinan terjadi yang tidak bisa dirawat dengan baik, jadi tugas bapak ibu adalah merawat kehidupan kita ini supaya stabil,”ujar Prof Hamzah.

Dikatakan, bahwa masyarakat Indonesia yang hidup dalam multicultural dengan agama, bahasa dan suku berbeda-beda memiliki kekuatan dan kelemahan.

“Kelemahannya kita harus tahu, kekuatannya juga kita harus tahu. Sebagai penggerak, harus tahu ini kekuatan keberagaman kita, ini kelemahan kita, supaya sama-sama kita berbuat proporsional,”tandas Prof Hamzah.

Saat  memaparkan tentang “Udar  Asumsi, Membangun Perspektif”, Prof Hamzah menekankan tiga hal yakni  perlunya berpikir kritis, berprasangka baik dan bersikap proporsional.

Proporsional adalah cara kita memandang sesuatu secara tepat. Itu bisa kita lakukan jika kita tahu kekuatan dan kelemahan. Ditegaskan pula bahwa Indonesia butuh managemen multicultural.

Jika kejadian seperti gempa bumi, kebakaran, dapat ditangani oleh pihak terkait yang mampu  bergerak secara cepat ke lokasi kejadian , maka ditegaskan oleh Prof Hamzah,  seharusnya kita juga punya gerakan cepat jika terjadi hal-hal yang tidak terduga  menimpa kehidupan beragama kita.

“Siapa yang harus bertindak sebagai navigator, siapa yang harus bertindak  sebagai pencegah.

Kalau kebakaran kan ada mobil kebakaran, tapi kalau umat beragama ini berantam, siapa yang langsung dapat cepat turun menyelesaikan,”tandasnya dalam nada tanya.

Dikatakan oleh Prof Hamzah, jika terjadi konflik antar umat beragama, belum ada yang  bergerak cepat , yang turun ke lapangan seperti mobil pemadam kebakaran yang bertugas memadamkan api saat terjadi kebakaran.

1. Peserta yang mengikuti pelatihan penggerak moderasi beragama di Hotel Kyriad 29 April-3Mei 2024. (rosmini)
2. Prof Dr Hamzah, M.Ag berpose bersama ASN dan PPPK IAIN Sorong. (rosmini)

“Kita tidak memiliki ibarat pemadam kebakaran, kalau terjadi seperti itu siapa yang selesaikan. Sehingga terkesan berjalan saja resiko. Ini tidak ada, Inilah yang perlu kita siapkan,”ujarnya.

 Padahal lanjut Prof Hamzah,  kita punya kekuatan dan kelemahan. Dan kelemahan ini jika dimanfaatkan oleh orang lain tentu akan mengganggu stabilitas kerukunan antar umat beragama.

 “Nah bapak ibu sebagai penggerak moderasi beragama harus punya rumusan, Balai Diklat Keahamaan  harus punya rumusan, kalau terjadi konflik beragama, siapa yang duluan sebagai bagian  yang harus menyelesaikan. Kita sudah punya pengalaman konflik  tapi kan berlarut-larut, tidak ada yang bisa menyelesaikan,”imbuh Prof Hamzah.

Dalam menangani konflik antar umat beragama, Prof Hamzah mengatakan, selama ini  kita tidak pernah  melakukan simulasi.  “Peristiwa Ambon, peristiwa Poso, pernahkan kita secara  cepat melakukan penyelesaian secara komprehensif dalam waktu sesingkat-singkatnya .  Butuh tahun pak, kenapa? tidak ada simulasi, tidak ada persiapan,”ujar Prof Hamzah.

 Dari berbagai pengalaman konflik yang terjadi, Prof Hamzah menekankan perlunya merumuskan hal-hal yang bisa menanggapi atau ada peta resiko, kaitan dengan keumatan. Keberagaman yang tercermin dalam Bhineka Tunggal Ika, hendaknya diterima , diyakini kebenarannya.

 “Saya tidak setuju jika ada generasi muda menggugat Bhineka Tunggal Ika. Karena itu  sesuatu yang tidak perlu dibuktikan. Bhineka Tunggal Ika itu sama keyakinan kita bahwa matahari itu  terbit dari Timur,”tandas Prof Hamzah.

 Dalam   buku moderasi beragama menyebutkan bahwa ,  “Bagi Bangsa  Indonesia, keragaman itu diyakini sebagai takdir. Dan itu bagian dari keimanan kita,”imbuhnya.

 Untuk mencapai kejayaan Indonesia maka penting untuk selalu memupuk kebersamaan kita sebagai bagian dari warga negara.  Sebagai penggerak moderasi Bergama, hal inilah yang menurut Prof Hamzah  penting dipupuk.

  “Apa endingnya, kita naik kelas mempertahankan kebersamaan. Kebersamaan itu terwujud sebagaimana isi pembukaan UUD 1945 , penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Itu kebersamaan kita. Umat Islam, Kristen dan agama lainnya, semua harus menjadi bagian itu,”pesan Prof Hamzah.

 Yang pasti bahwa kehidupan keagamaan itu tercermin dari niat yang tulus untuk mencapai kejayaan Indonesia, memupuk kebersamaan sebagai bagian dari warga negara dan mampu untuk terus mempertahankan kebersamaan diantara umat beragama.

 Dalam hal ini, ada 3 syarat  terpenuhinya  moderat dalam beragama yakni memiliki pengetahuan yang luas, mampu mengendalikan emosi untuk tidak melebih batas,  dan selalu berhati-hati. Inilah yang dipesankan oleh Prof Hamzah kepada peserta pelatihan penggerak penguatan moderasi beragama bagi ASN di lingkup Kementerian Agama Kota Sorong. (ros)