Humas IAIN Sorong- Memenuhi undangan panitia, 30 peserta yang terdiri dari dosen, staf dan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong turut ambil bagian dalam kegiatan seminar nasional yang digelar MIPI (Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia) di Hotel Aston, Kamis (23/11).

Dengan menumpangi Bus IAIN Sorong, rombongan yang dipimpin Humas IAIN Sorong Wati Irmawati, S.Pd.I bergerak dari kampus dan tiba di Hotel Aston sekitar pukul 09.00 WIT.

Dalam suasana penuh keakraban, utusan IAIN itupun berbaur dengan ratusan peserta lainnya. Selain dari kampus IAIN Sorong, pimpinan, dosen dan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi lainnya juga hadir seperti dari STIE Bukit Zaitun, Universitas Nani Billi Nusantara dan perguruan tinggi lainnya.

Selain dari perguruan tinggi, panitia juga mengundang pejabat sipil, TNI, Polri, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan unsur masyarakat lainnya.

Dengan menghadirkan narasumber yang begitu bersemangat saat memaparkan materinya tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua , Seminar Nasional yang berlangsung menarik.

Mengusung tema “Implementasi Otsus Untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua Yang Inklusif Dan Berkeadilan”, MIPI menghadirkan narasumber utama Prof  Djohermansyah Djohan, MA, Guru Besar IPDN yang juga mantan Dirjen Otda Kemendagri Tahun 2010-2014), DR Meky Sagrim, SP M.Si (Rektor UNIPA) dan DR Basir Rohrohmana, SH.M.Hum (Direktur I Pasca Sarjana /Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura.

Rangkaian pembukaan seminar nasional oleh Pj Gubernur Papua Barat Daya, Dr Drs Mohammad Musa’ad, M.Si, didampingi para narasumber

PJ Gubernur Papua Barat Daya DR Drs Mohmmaad Musa’ad, M.Si dalam sambutannya sebelum membuka kegiatan seminar nasional ini menegaskan bahwa Otsus Papua bukanlah merupakan hadiah atau pemberian dari pemerintah pusat. Melainkan merupakan hasil perjuangan dari tokoh-tokoh  Papua .

Kepada ratusan peserta seminar,  PJ Gubernur Papua Barat Daya yang juga terlibat dalam penyusunan UU Otsus memaparkan secara gamblang sejarah Otsus di Tanah Papua.

Seperti yang diungkapkan dalam bukunya yang juga dibagikan kepada peserta seminar, Mohammad Musa’ad mengisahkan bahwa Otsus yang diberlakukan di   Aceh merupakan pemberian dari pemerintah pusat.

Pasalnya, saat itu, dalam Tap MP No 2 tahun 1999 tentang GBHN, tepatnya di  huruf G,  sudah ada yang namanya Otsus bagi Provinsi Aceh, sedangkan untuk Papua tidak ada.

Karena kondisi yang dialami Provinsi Aceh sama dengan di Provinsi Papua,maka tokoh-tokoh Papua saat itu seperti alm JP Solossa yang kalah itu sebagai anggota DPR RI dan juga anggota MPR RI mengajukan  komplain kepada pemerintah pusat.

“Saya sampaikan beberapa nama supaya tidak ada dusta diantara kita. Saya agak merinding mengingat masa yang sulit itu, ada almarhum JP Solossa dengan teman-temannya antara lain, alm Alex Hesegem, Alm Tonny Rachael, Ibu Mehuwe yang masih ada  di Sentani,  ini tokoh-tokoh, bahkan sampai walk out meninggalkan sidang ketika akan membahas rantap itu pada point huruf G,”tutur Musa’ad.

Saat itu, para tokoh Papua meninggalkan ruang sidang  karena dalam Otsus hanya ada Provinsi Aceh sementara mereka memandang tidak beda persoalan di Aceh dan Papua, tapi kenapa hanya Aceh yang diberikan Otsus.

Dengan pimpinan sidang kala itu Saban Sirait yang  Dapilnya mewakili  Provinsi Papua yang kala itu bernama Irian Jaya, akhirnya para tokoh  Papua  yang  berjuang sampai meningalkan ruang sidang DPR dipanggil oleh pemerintah pusat dan akhirnya pada Tahun 2001, diterbitkanlah UU Otsus.

“Jadi ini sejarah yang harus dikelirkan supaya kita semua tahu bahwa ada tokoh-tokoh utama yang berjuang, meninggalkan ruang sidang. Sampai mereka (tokoh Papua) menyatakan mau pulang saja ke Irian Jaya kalau tidak ada perubahan,”tutur Pj Gubernur Papua Barat Daya Mohammad Musa’ad.

Karena itu dikatakan  Musa’ad sebagai bukti nyata dari perjuangan tokoh-tokoh Papua, maka  dalam   Tap MPR No 2 tahun 1999 tentang  GBHN huruf  G, point 1  Provinsi Aceh dan point 2 adalah Provinsi Irian Jaya.

“Itu sama persis, redaksinya tidak ada yang kurang dan  lebih, sama. Untuk  masalah Otsus itu  sama redaksinya antara Aceh dan Irian Jaya. Hanya bedanya, Aceh sudah ada dalam rantap, sedangkan Irian Jaya  baru dimasukkan ketika ada komplain  dari tokoh-tokoh Papua  pada waktu itu. Dan ini perjuangan, perjuangan konstitusional untuk bagaimana memasukkan itu ke dalam Tap MPR,”ulas Mohammad Musa’ad.

Belum  lagi perjuangan yang dilakukan di daerah dimana tentang otonomi daerah ada  pro dan kontra. “Yang pasti  ini ada saksi-saksi hidup, teman-teman  dari Uncen. Jadi Otsus itu bukan pemberian tapi diperjuangkan,”tandas Musa’ad.

“Kalau diberikan sesuatu, kalau sudah tidak suka kita bisa kasi kembali , tapi kalau kita sudah berjuang, sudah mengorbankan jiwa dan raga terutama mengorbankan perasaan, terus sekarang ada yang bilang kasih kembali saja, wah berarti kita tidak  menghargai perjuangan tokoh-tokoh kita yang begitu gigih memperjuangkan Otsus,”ujar Pj Gubernur Papua Barat Daya, Mohammad Musa’ad.  “Saya ingin menggaris bawahi bapak ibu, bahwa Otsus Papua itu perjuangan, bukan hadiah. Kalau Otsus Aceh itu dikasih pak, seperti hadiah dari pemerintah kepada Aceh,”tandas Pj Gubernur Papua Barat Daya, Mohammad Musa’ad.

Dikatakan pula, bahwa kondisi Papua mulai membaik, mulai fokus melaksanakan pembangunan itu sejak tahun 2002,setelah ada Otsus Papua. Pasca ada Otsus barulah APBD mengenal kata triliun.

Secara rinci, Musa’ad pun mengatakan bahwa pada tahun   2002,APBD Papua hanya sekitar Rp 900 Miliar, sementara APBD Provinsi Timor-Timor sebelum lepas dari RI, sudah mencapai Rp  1,2 Triliun.

Setelah ada Otsus, barulah anggaran pembangunan di Papua naik hingga mencapai Rp  2, 3 triliun pada  tahun 2002. “Disitulah sebenarnya entry point pembangunan Papua secara sungguh-sungguh,”ujar Musa’ad.

Setelah berjalan 22 tahun, apakah Otsus di Papua berhasil, Pj Gubernur PBD menegaskan bahwa telah terjadi perubahan di Papua.  Ia pun mencontohkan bagaimana dirinya di tahun 1985 saat akan ke Makassar untuk kuliah, dari Fakfak dengan menumpang twin otter singgah di Jefman (eks Bandara Sorong).

Kini, tidak perlu lagi singgah di Jeffman, tapi langsung mendarat di Bandara DEO Sorong. Dan pesawat yang digunakan bukan lagi twin otter melainkan sudah menumpangi pesawat Wings Air. Bahkan menurutnya, dari Fakfak tak lama lagi didarati pesawat boeing.

Bukan hanya itu, transportasi laut yang dulunya menggunakan loangboat yang sangat sederhana, kini sudah berkurang diganti dengan speed boat

“Itu  perkembangan  yang kita akui secara kasat mata. Belum lagi kita lihat dari  indikator pembangunan semua beribajh. Jadi harus diakui bahwa Otsus menjadi instrumen yang cukup baik untuk percepatan pembangunan  di Papua,”ujar Musa’ad.

Meski menilai Otsus berhasil di Tanah Papua, namun menurutnya, masih ada   hal-hal yang perlu diperbaiki. Itu kita setuju. Tapi saya tidak setuju kalau ada yang mengatakan, sudah, kita kembalikan saja Otsus,”tandas PJ Gubernur Mohamamd Musa’ad.

Suasana kegiatan seminar nasional, cukup hidup saat Rektor UNIPA Meky Sagrim tampil menyampaikan materinya. Begitu semangatnya  dia, sampai saat  moderator mengingatkan waktunya tersisa 3 menit, Meky Sagrim dengan dialeg Papua minta tambahan waktu “sedikit lagi,”tandasnya. Terjadinya  tawar menawar dengan  moderator kemudian menimbulkan gelak tawa dari para peserta seminar.

Sementara itu Prof  Djohermansya Johan dalam paparan materinya mengungkapkan isi pokok kebijakan Otsus Papua saat ini, seperti Gubenur dan Wakil Gubernur adalah orang asli Papua (OAP). Selain itu, juga disampaikan masalah dalam formulasi UU Otsus.

Sebelumnya, Ketua Panitia , DR Yusuf Salim, M.Si saat menyampaikan laporan panitia berharap kegiatan seminar nasional yang digelar dalam rangka HUT Otsus ini dapat menjadi wadah untuk peningkatan  pengetahuan dalam forum ilmiah dan menghasilakan saran-saran dengan pendekatan ilmiah sehingga kebijakan Otsus memberikan  manfaat yang besar bagi orang asli Papua.

Rangkaian acara seminar juga diikuti dengan sesi tanya jawab seputar Otsus dan keberpihakan pada lembaga ada, dan lembaga pendampingan yang selama ini berperan dalam kemajuan pembangunan di Tanah Papua.

Peserta seminar yang terdiri dari pejabat sipil, TNI, Polri, akademisi, mahasiswa dan pelajar, pengurus parpol, tokoh adat, tokoh   perempuan berakhir dengan ditandai momen foto bersama. (rosmini)